Musnahkan dan selamatkan (Pengemis)

Oleh: David Rikardo

” Mengemis adalah sebuah kejahatan, hapuskan Keadaan ini. Jimmy Teo (Pebisnis dari Singapura)”

Menjadi pengemis terkadang menjadi pilihan hidup bagi sebahagian orang yang  kalah ataupun mengalahkan diri pada keadaan dan nasib. Ada yang sungguh-sungguh karena kehabisan akal untuk bertahan hidup, dikarenakan kondisi fisik yang tidak sempurna dan memilih mengemis sebagai pilihan bertahan hidup yang terakhir, ada pula yang bersandiwara layaknya artis sinetron di layar kaca, mencacatkan diri dan mengumbar wajah lemah seakan-akan darurat butuh bantuan meminta belaskasihan kita. Mulai dari bayi, anak-anak, remaja sampai orang tua ikut atau diikutkan berkecimpung dalam profesi ini. keadaan ini ada disekitar kita banyak dan sering kita jumpai, memanfaatkan pemberhentian lampu merah dan pusat keramaian.

Fenomena ini sudah mengakar dan meluas mulai dari kota-kota besar dan sudah merembas ke kota kecil di belahan Indonesia, penafsirannya pula sudah tidak lagi pada roh yang seharusya, sudah banyak terdapat unsur kepentingan dan pemanfaatan momen (keadaan) oleh gerombolan-gerombolan kriminal terorganisasi yang mengendalikan sindikat pengemis ini (Manuel familiar). mengemis juga sudah masuk pada ruang profesi, sejenis pekerjaan yang dipilih karena memang menjanjikan,  menjual keterbatasan/kekurangan dan mengharapkan rasa iba/prihatin dari orang lain. sehingga kumpulan rupiah bergantian masuk pada kotak kecil yang sering dipanen isinya.

Memberi itu baik bahkan dianjurkan oleh agama, sampai disini tidak ada yang salah, karena kehidupan memang seperti ini ada yang lebih dan ada yang kurang, ada yang berkelimpahan dan banyak yang berkekurangan. Tapi apakah menjadi pengemis atau memberi pengemis adalah cara yang tepat untuk berbagi?

Dalam bukunya Jimmy Teo seorang pebisnis Singapura yang berjudul “A Legacy to my Sons” dalam satu topik dia menulis tulisan bertema Pengemis, dia mengatakan bahwa “Engkau akan tahu status suatu negara dengan jumlah pengemis yang ada di sana. Jika suatu negara tidak sanggup mengendalikan pengemis , ada sesuatu yang salah dengan sistemnya. Bagaimana dengan Indonesia??

Meluas dan berkembagnya profesi pengemisan ini tentu tidak berdiri dengan sendirinya, seperti pribahasa mengatakan” kalau ada asap tentu ada api” segala sesuatu ada asal mula yang menyebabkannya menjadi ada dan berkembang,  ada faktor dan peran kita sebagai masyarakat yang ikut didalam  tumbuh dan berkembangnya profesi yang tidak terhormat ini, rasa prihatin dan peduli kita sebagai manusia cendrung sekali mengabaikan pendidikan kemanusian dibandingkan pembelajaran yang terlihat tidak berhatinurani tapi sebenarnya tidak seperti itu.

Meluasnya profesi pengemisan ini bisa jadi bentuk dari gagalnya  kita sebagai masyarakat dan pemerintah sebagai pengatur geraklajunya Indonesia ini. sila kelima yang tertulis dalam pancasila semakin membuktikan bahwa fenomena-fenomena seperti hal diatas semakin meyakinkan bahwa “keadilan sosial bagi seluruh rakyat indonesia” itu belum terealisasikan secara merata pada seluruh lapisan masyarakat.

Minimnya pendidikan, dan terbatasnya lapangan pekerjaan, dan lemahnya pengawasan terkadang menjadikan seseorang menjadi kriminal dan banyak menggeluti profesi yang menjual Rasa Iba ini. sementara Koruptor-koruptor kelas kakap terus tumbuh dan berkembang, menikmati pundian rupiah yang tidak ternilai harganya dari cara yang biadab, pencuri-pencuri berdasi yang bersembunyi di sandingan baju mewah yang terhormatnya, menjadikan negara miskin dan jomplangnya pemerataan. Yang kaya semakin kaya dan simiskin terus berkembang sepanjang waktu. Berantas koruptor dan Selamatkan mereka (pengemis).

Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

POST LAINYA

Scroll to Top