Oleh : Ruri Andriani*)
Baru-baru ini, Sumatera Barat diguyur hujan lebat yang memicu banjir, longsor, serta galodo di berbagai wilayah, mulai dari kota Padang, Padang Panjang, Pesisir Selatan, Agam, Tanah Datar, hingga Lima Puluh Kota.
Bencana tersebut tidak hanya merusak permukiman dan fasilitas umum, tetapi juga meninggalkan duka mendalam bagi warga yang kehilangan harta benda, sumber penghidupan, bahkan anggota keluarga.
Di tengah kekhawatiran dan kesedihan masyarakat Sumatera Barat, alam seakan menyuarakan pesan lain, di kawasan hutan terpencil di Padang Panjang, bunga Rafflesia Hasseltii salah satu spesies bunga terbesar dan paling langka di dunia ditemukan mekar sempurna.
Kejadian ini bukan sekadar penemuan biasa, tetapi membawa simbol yang kuat: di saat alam terlihat marah, ada bagian lainnya yang masih berusaha menunjukkan kehidupan. Pertanyaannya, apakah ini pertanda baik, atau justru sebuah peringatan?
Rafflesia Hasseltii yang baru-baru ini ditemukan mekar menjadi sorotan peneliti dan pecinta lingkungan. Bunga ini tidak mudah ditemukan dalam kondisi mekar penuh, karena siklus hidupnya sangat spesifik dan bergantung pada faktor lingkungan yang stabil.
Bahkan Proses pencarian Bunga jenis ini dilakukan selama bertahun-tahun oleh peneliti bersama masyarakat setempat.
Bunga Rafflesia ditemukan saat anggota TNI dan tim gabungan sedang melakukan operasi pencarian korban dan pembersihan di lokasi bencana banjir bandang dan longsor. Bunga itu ditemukan mekar dengan sempurna di kawasan Jembatan Kembar, Kota Padang Panjang, Sumatera Barat, salah satu titik yang mengalami dampak cukup berat akibat bencana.
Video penemuan tersebut, yang direkam dan diunggah oleh seorang anggota TNI, cepat menyebar di TikTok dan telah ditonton lebih dari 237 ribu kali. Banyak warganet menyebut kemunculannya sebagai “keajaiban alam” dan “momen langka” di tengah suasana berduka.
Meski begitu, temuan ini juga memunculkan tanda tanya besar: apakah mekarnya Rafflesia menandakan bahwa habitatnya masih terjaga, atau justru menjadi pertanda bahwa area yang layak bagi pertumbuhannya semakin menyempit sehingga setiap kemunculan bunga ini terasa semakin berarti?
Untuk memahami makna penemuan ini, kita perlu melihat kondisi lingkungan Sumatera Barat yang sedang mengalami tekanan berat. Curah hujan ekstrem yang sulit diprediksi menjadi penyebab utama bencana.
Namun faktor manusia juga tidak dapat diabaikan. Alih fungsi lahan, penebangan liar, dan pembangunan di daerah rawan bencana memperburuk keadaan. Daerah aliran sungai (DAS) yang rusak membuat air hujan tidak dapat diserap dengan baik.
Ironinya, penemuan Rafflesia mekar justru terjadi ketika bencana melanda. Ini membuatnya tampak seperti dua wajah alam yang saling bertolak belakang: satu sisi menunjukkan kehancuran, sementara sisi lain memperlihatkan keindahan dan keajaiban.
Rafflesia hanya hidup di hutan yang memiliki kelembaban stabil, tanah yang sehat, dan pohon inang yang tidak terganggu. Dengan kata lain, meskipun sebagian kawasan hutan mengalami kerusakan, masih ada wilayah yang tetap mempertahankan kondisi alaminya.
Kemunculan bunga ini menjadi pengingat bahwa Sumatera Barat memiliki kekayaan hayati yang luar biasa dan masih berpeluang pulih apabila dikelola serta dilindungi dengan benar.
Namun, di sisi lain, mekarnya Rafflesia juga bisa dibaca sebagai tanda bahwa ruang hidup yang sesuai bagi bunga langka ini semakin berkurang. Jika populasinya kian sulit ditemukan, setiap kemunculan bunga justru dapat menjadi isyarat bahwa spesies ini berada dalam tekanan serius.
Temuan Rafflesia di tengah bencana membawa dua makna: harapan dan kewaspadaan.