Oleh: Nurhemida Sumbarinfo.com,- SRIKANDI (Sistem Informasi Kearsipan Dinamis Terintegrasi) merupakan aplikasi pengelolaan arsip dinamis berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 95 Tahun 2018 tentang Sistem Pemerintahan Berbasis Elektronik (SPBE). Instrumen ini merupakan hasil kolaborasi antara Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PAN-RB), Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo), Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN) dan Arsip Nasional Republik Indonesia (ANRI). Penggunaan SRIKANDI di kantor – kantor pemerintahan akan dapat memberikan manfaat, seperti penghematan belanja TIK, penghematan ATK dan ekspedisi, proses kerja lebih cepat, dan pemanfaatan arsip yang lebih siap dan transparan. SRIKANDI diharap akan bisa menciptakan birokrasi yang efektif dan efisien, dengan sumber informasi yang lebih masif. Juga, ketersediaan arsip akan lebih terjamin. Melalui SRIKANDI, proses pembuatan hingga keluarnya arsip akan lebih mudah. Pertama, pembuatan naskah dapat dilakukan pegawai konseptor untuk selanjutnya dikirim kepada pejabat berwenang. Proses pengiriman dan penerimaan naskah arsip secara elektronik tidak hanya dapat dilakukan interen pada suatu kantor, tetapi juga dapat antar instansi. Selanjutnya, setelah naskah selesai dikonsep dan dikirimkan, pejabat berwenang, melalui akun mereka, dapat menerima draft naskah untuk direview dan diverifikasi, ataupun langsung ditandatangani secara elektronik. Terakhir, setelah proses masuk dan keluarnya naskah, dilanjutkan dengan proses klasifikasi yang sesuai dengan ketentuan berlaku. Juga, untuk arsip yang sudah tidak dipakai kembali, proses pemusnahan dapat dilakukan lebih mudah dan ramah lingkungan. Sosialisasi aplikasi ini telah dilaksanakan seperti melalui Direktorat Kearsipan Arsip Nasional Republik Indonesia (ANRI). Di daerah – daerah dilakukan kegiatan sosialisasi melalui beberapa orang perwakilan masing – masing kantor, untuk menjadi inisiator penggunaan SRIKANDI. Walakin, sepertinya aplikasi ini belum begitu dapat digunakan secara masif, efisien dan efektif di kantor – kantor pemerintahan, seperti di provinsi Sumatera Barat. Beberapa kendala dilaporkan oleh beberapa pegawai administrasi dan pengelola kearsipan, yang telah mengikuti kegiatan sosialisasi. Mereka bercerita bahwa belum semua unsur pimpinan merasa nyaman untuk menggunakan aplikasi ini. Ketidaknyamanan ini dapat dimaklumi karena adanya keterbatasan sarana prasarana. Ketika unsur pimpinan diminta untuk membaca dan melakukan verifikasi terhadap naskah yang telah dikirimkan, beliau – beliau kadang merasa tidak nyaman untuk melakukan hal tersebut melalui handphone, terutama ketika mereka sedang tidak berada di kantor atau melakukan dinas luar. “Seharusnya dengan penggunaan aplikasi ini, pekerjaan bisa lebih efisien dan efektif karena pimpinan bisa melakukan verifikasi, persetujuan/penolakan dan penandatanganan naskah setiap waktu, dimana saja. Tidak akan ada lagi kejadian – kejadian surat yang terlambat. Kadang, ada surat – surat yang harus ditandatangani sesegera mungkin, namun terkendala dengan keberadaan pimpinan yang sedang dinas luar” ujar seorang pegawai sebuah instansi. Selain untuk birokrasi yang lebih efisien dan efektif, SRIKANDI sejatinya dapat memberikan manfaat yang lebih luas, terutama terkait isu penyelamatan lingkungan. Seperti telah kita maklumi, kertas asli yang terbuat dari pohon masih dianggap penting dan banyak digunakan oleh banyak bisnis dan sistem pemerintahan secara global. Namun, tentu hal ini perlu segera ditinjau ulang karena proses produksi kertas yang menimbulkan dampak lingkungan. Arif (2020) melaporkan bahwa sebuah kantor pemerintahan dapat menghabiskan sekitar 500 rim kertas setahun. Dan, setiap 15 rim kertas ukuran A4 akan menyebabkan ditebangnya 1 pohon (P-WEC, –). Maka, dapat dimaklumi jika hal ini bisa juga menjadi salah satu penyumbang kerusakan hutan di Indonesia, yang dilaporkan parah, berada sebagai nomor 2 terburuk di dunia (Antaranews, 2015). Barnard (2019) mengkategorikan perkantoran di Indonesia sebagai kantor manual dan transisi, tetapi belum digital. Sebagai kantor manual, pegawai masih menggunakan perangkat manual seperti mesin ketik dan mesin stensil. Hampir seluruh produk dokumen yang dihasilkan adalah berupa lembaran kertas, dan selanjutnya disebut sebagai arsip, disimpan dalam lemari arsip. Sebaliknya, untuk kantor digital, perangkat penunjang kantor telah menggunakan sepenuhnya perangkat teknologi informasi dan komunikasi seperti komputer, scanner, printer 3D, dan mesin fotocopy. Hampir seluruh produk berupa dokumen yang dihasilkan direkam dalam bentuk data digital, disimpan dalam media simpan seperti hard disk, compact disk, flash disk, atau juga cloud. Penyimpanan arsipnya tidak memerlukan tempat yang besar karena hanya sedikit dokumen yang berbentuk lembaran kertas. Sebagian besar tersimpan dalam bentuk soft copy, data digital. Kantor seperti ini lah yang dikelompokkan sebagai paperless office. Sebagian besar kantor di Indonesia sekarang dapat dikategorikan sebagai kantor transisi. Artinya, dari produknya, dikategorikan sebagai kantor manual karena dokumen yang dihasilkan sebagian besar masih dalam bentuk cetakan pada lembaran kertas. Namun, untuk perangkat kantornya telah menggunakan perangkat teknologi informasi dan komunikasi yang modern, seperti perangkat komputer stand-alone maupun yang telah terhubung dengan jaringan intranet (LAN) maupun internet (WAN). Juga, perangkat komputer ini telah disertai dengan perangkat printer. Maka, posisi perkantoran di Indonesia berada pada posisi transisi, belum kantor digital yang sepenuhnya menganut prinsip paperless office system. Barnard (2019) melaporkan kebijakan paperless untuk pelaporan pajak di Direktorat Jenderal Pajak pada 2018. Dengan kebijakan efiling, 32.852,4 rim kertas telah dapat dihemat. Selain itu, tidak perlu pula tempat dan ruang penyimpanan arsip karena data wajib pajak sudah tersedia di dalam komputer. Kantor – kantor pemerintahan seyogyanya dapat menjadi agen perubahan seperti yang telah dilakukan oleh Direktorat Jenderal Pajak. Dan, hal ini sangat mungkin dapat dilakukan dengan penggunaan aplikasi SRIKANDI. Untuk tahap awal, kendala tidak nyamannya pemegan wewenang untuk membaca dan memverifikasi melalui handphone mungkin dapat diatasi dengan pengadaan tablet untuk unsur pimpinan, biaya pengadaan dapat dialihkan dari dana pengadaan ATK. Jikapun, misalnya, kantor – kantor masih memerlukan mencetak produk dokumen akhir berupa lembaran kertas, setidaknya melalui SRIKANDI proses dari pembuatan draft awal, verifikasi sampai disepakatinya draft akhir bisa dilakukan secara paperless. Dengan demikian, semoga, sesuai namanya, SRIKANDI akan menjadi simbol pekerjaan kearsipan yang penuh ketelitian dan kelembutan, tanpa perlu menebang pohon – pohon di hutan manapun. Semoga … (Padang, 20 Maret 2024). Referensi Arif, Zauhar (2020). Kertas. https://dlh.banjarmasinkota.go.id/2020/01/kertas.html Barnad, Barnad (2019). Paperless Office sebuah Kebutuhan Kantor Masa Depan di Indonesia. DOI:10.24123/jbt.v3i01.1986 http://www.antaranews.com/berita/495645/kerusakan-hutan-indonesia-nomor-dua-di-dunia Petungsewu Wildlife Education Center (PWE-C). Hemat Kertas itu Berarti Hemat Biaya dan Peduli Hutan. https://www.p-wec.org/id/go-green/hemat-kertas-itu-berarti-hemat-biaya-dan-peduli-hutan