Oleh: Fadhli Arifman, S.IP, M.Si (Pegiat Sosial Masyarakat Sumatera Barat) 1. Pengantar Dalam sebuah Negara Demokrasi, pemilu merupakan salah satu pilar utama proses akumulasi kehendak masyarakat, Pemilu sekaligus merupakan sarana bagi rakyat untuk menjalankan kedaulatan dan merupakan lembaga demokrasi, secara teoritis pemilihan umum dianggap merupakam tahap paling awal dari berbagai rangkaian kehidupan tata Negara yang demokratis, sehingga pemilu merupakan motor penggerak mekanisme system politik Indonesia, sampai sekarang pemilu masih dianggap sebagai suatu peristiwa kenegaraan yang penting, hal ini karena pemilu melibatkan seluruh rakyat secara langsung. Pemilihan umum atau pemilu merupakan salah satu hal penting dalam demokrasi sebuah bangsa, pemilu merupakan jembatan penghubung demokrasi dalam menentukan hati nurani rakyat, pemilu menjadi agenda rutin bagi sebuah Negara yang mengklaim sebuah Negara demokrasi dan pemilu menjadi sangat dekat hubungannya dengan masalah politik dan pergantian pemimpin. Dalam penyelenggaraan Pemilu di Indonesia dselenggarakan oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI secara resmi meluncurkan hari pemungutan suara pada pemilihan umum serentak tahun 2024 pada tanggal 14 Februari 2024, peluncuran pemungutan suaraserentak 2024 sebagai pengingat semua elemen masyarakat terhadap pelaksanaan pesta demokrasi lima tahunan tersebut,meskipun pemilu serentak bukan pertama kali dialami masyarakat Indonesia namun sosialisasi waktu pencoblosan sangat penting. Penyelenggaraan pemilu tidak saja oleh KPU, tetapi juga oleh Badan Pengawas Pemilu (BAWASLU) diharapkan bisa melaksanakan dan menyelenggarakan Pemilu 2024 dengan baik, professional, berintegritas dan transparan, KPU memiliki salah satu tugas dan fungsi sebagaimana diamanatkan dalam Undang-Undang Nomor 7 tahun 2017 tentang pemilihan umum yaitu mensosialisasikan penyelenggaraan pemilu dan atau yang berkaitan dengan tugas dan wewenang KPU Kabupaten/Kota kepada masyarakat. Menurut James W. Vander Zanden. Sosialisasi adalah suatu proses interaksi social dengan banyak orang untuk memperoleh pengetahuan, sikap, nilai dan perilaku essensial untuk keikutsertaan (partisipasi) efektif dalam masyarakat, Sedangkan pendidikan pemilih adalah usaha untuk menanamkan nilai-nilai yang berkaitan dengan pemilu dan demokrasi dalam kehidupan berbangsa dan bernegara kepada warganegara yang telah memenuhi syarat sebagai pemilih dalam pemilu atau potensial pemilih dalam rentang waktu kemudian. Lebih lanjut partisipasi adalah keterlibatan pemilih pada keseluruhan periode siklus pemerintahan, yaitu pada periode pemilihan dan periode di luar pemilihan. Sosialisasi dan pendidikan pemilih bertujuan untuk meningkatkan partisipasi, literasi politik, dan kerelawanan. Pelaksanaan sosialisasi harus memenuhi prinsip-prinsip sebagai berikut, segmentasi, orientasi kepada pemilih, kontekstual, partisipatif, dan berkesinambungan. strategi yang dilakukan KPU dalam melakukan sosialisasi dan pendidikan pemilih diantaranya penggunaan teknologi informasi, pemanfaatan media massa, kerjasama dengan lembaga pendidikan, pemanfaatan aktifitas sosial budaya, rumah pintar pemilu, pembentukan relawan demokrasi pada Pemilu, serta pemanfaatan media sosial. Pendidikan dalam konteks penyelenggaraan pemilu adalah pendidikan untuk menanamkan nilai-nilai yang berkaitan dengan pemilu dan demokrasi dalam kehidupan berbangsa dan bernegara kepada warganegara yang telah memenuhi syarat sebagai pemilih dalam pemilu atau potensial pemilih dalam rentang waktu tertentu, pendidikan untuk pemilih apalagi pemilih pemula harus dikemas dengan sebaik mungkin sehingga pemilihan umum menjadi sebuah ketertarikan bagi mereka untuk menyalurkan aspirasi mereka ke perwakilan disuatu masyarakat. 2. Pendidikan Politik dalam Sebuah Film Pendidikan politik harusnya membina dan mengembangkan pengetahuan masyarakat dalam kehidupan politik guna meningkatkan partisipasi masyarakat dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Karena masyarakat merupakan sumber daya insani potensial yang perlu dikembangkan dan diaktualkan, juga perlu mendapatkan pendidikan politik yang wajar, supaya mampu berpartisipasi politik.Masyarakat hanya perlu dibimbing dan diarahkan supaya mereka mempunyai keinginan untuk turut serta dalam aktivitas menggunakan hak suara politiknya untuk memperbaiki kehidupan yang lebih baik. Pendidikan politik pada hakekatnya merupakan bagian dari pendidikan orang dewasa. Pendidikan macam ini tidak menonjolkan proses kultivasi individu menjadi “intelektual politik” yang bersinggasana dalam menara gading keilmuan, atau menjadi pribadi kritis dan cerdas “yang terisolasi” dari masyarakat lingkungannya. Akan tetapi lebih menekankan relasi individu dengan individu lain, atau individu dengan masyarakatnya di tengah medan sosial; dalam satu konteks politik, dengan kaitannya pada aspek-aspek sosial-ekonomi-budaya; di tengah situasi-situasi konflik yang ditimbulkan oleh bermacam-macam perbedaan, atau oleh adanya (kemajemukan budaya). (Kartini Kartono, 2009: 63) Pendidikan politik sebagai salah satu upaya menyatukan pemahaman masyarakat dalam rangka menjalankan proses politik dalam berdemokrasi yang memperhatikan norma-norma yang ada, beretika dan santun serta tetap berpegang teguh pada falsafah dan kepribadian bangsa, sehingga terwujud suatu proses demokrasi yang sesuai dengan nilai-nilai luhur bangsa Indonesia dan dasar Negara Pancasila. Salah satu wadah pendidikan politik yang dilakukan Pemerintah Indonesia tahun 2019 kemaren adalah dengan meluncurkan sebuah film Oleh Komisi Pemilihan Umum Indonesia dengan Judul Suara April, Dalam hal ini besarnya jumlah generasi milenial sebagai Daftar Pemilih Tetap nasional menjadi target untuk diberikan literasi mengenai Pemilu. Menyoroti fenomena Golput tersebut Komisi Pemilihan Umum (KPU) menyosialisasikan film bertemakan Pemilu yang bertujuan untuk mengajak masyarakat serta generasi muda agar menggunakan hak pilihnya pada Pemilu 17 April 2019 beberapa tahun yang lalu. Budi Irawanto, S.IP., M.A., pakar perfilman UGM menyebutkan bahwa sinema kontemporer di Indonesia merupakan wadah dalam upaya mengimajinasikan tatanan masyarakat yang adil, etnis, dan setara di tengah kemelut dan perpecahan di masyarakat. Pada saat yang sama, sinema menjadi hal yang tidak bergantung pada bekerjanya sistem demokrasi perwalian atau intitusi politik formal, melainkan pada penataan ulang sensibilitas terhadap struktur ketidaksetaraan dan dan ketidakadilan. “Lebih dari sekedar merepresentasikan gejolak politik, sinema telah menjelma menjadi “politik baru” yang difasilitasi oleh perkembangan teknologi digital yang telah mendemokratisasi pembuatan film di Indonesia. Para sineas muda berupaya menciptakan sensibilitas baru melalui film dengan mengangkat fenomena dan segala persoalan masyarakat marjinal yang selama ini disingkirkan dalam tatanan dominan masyarakat. Lewat sinema, minoritas etnis, agama, dan seksual yang selama ini tidak terlihat maupun tidak terdengar muncul dalam imaji sinematik dan mentrangresi tatanan yang selama ini ditopang oleh kelompok dominan serta menciptakan fantasi menuju emansipasi politik. 3. Pendidikan Politik dalam Film Suara April Film Suara April ini, menceritakan tentang perjuangan relawan demokrasi dalam memberikan penyuluhan dalam lingkup masyarakat yang anti politik. Dengan diproduseri Darius Sinathrya dan disutradarai oleh Emil Heradi serta Wicaksono Wisnu Legowo bersama Amanda Manopo, Dewi Gita, dan Bio One sebagai pemerannya. Film diluncurkan pada 15 Maret 2019 di studio XXI Epicentrum, Kuningan, Jakarta Selatan. Film bergenre drama tersebut sengaja dibuat sebagai medium untuk menarik pemilih muda menggunakan hak pilihnya pada Pemilu 17 April 2019.Setelahnya, film Suara April diunggah dalam kanal YouTube resmi KPU RI yang berdurasi 90 menit pada tanggal 16 April 2019. Dengan strategi pesan tolak